Qc story
QC story merupakan prosedur untuk pemecahan masalah kualitas. Masalah merupakan hasil yang tak sesuai dengan yang diharapkan dari suatu aktivitas pekerjaan. Penyelesaian dari sebuah masalah yaitu dengan melakukan perbaikan ke tingkat yang disepakati. Countermeasure dilakukan untuk mencegah masalah yang sama supaya tidak berulang lagi. Prosedur ini adalah sejenis cerita dari kegiatan pengendalian kualitas (QC) sehingga disebut “QC Story” Sebuah masalah dapat dipecahkan melalui tujuh langkah : 1. Masalah : Identifikasi masalah 2. Observasi Masalah: Mengenali jenis masalah. 3. Analisa Masalah : Menemukan penyebab utama. 4. Tindakan : Tindakan untuk menghilangkan penyebab. QC Story 5. Memeriksa Hasil / Check : Mengkonfirmasi keefektifan tindakan. 6. Standarisasi : Menghilangkan penyebab masalah secara permanent. 7. Rencana Selanjutnya : Review improvement yg sudah dilakukan & merencanakan tindakan improvement berikutnya. Masalah Aktivitas : 1. Tunjukkan bahwa masalah yang ditangani merupakan yang terbesar dibanding masalah yang lain. 2. Tunjukkan apa yang menjadi latar belakang masalah. 3. Menyatakan kerugian-kerugian “ biaya” yang diakibatkan hasil yg buruk ini & menunjukkan berapa banyak yang harus diperbaiki. 4. Menetapkan topik dan target. 5. Menunjuk pic yang bertanggung jawab, apabila tim maka tunjuk anggota dan leadernya. 6. Memperkirakan budget untuk improvement. 7. Membuat schedule untuk improvement. Observasi Masalah Aktivitas : 1. Menyelidiki masalah (when, where, what / tipe dan symtoms / gejala) 2. Mengamati dari berbagai sudut pandang untuk melihat variasi hasil. 3. Meninjau lokasi masalah dan mengumpulkan informasi yang diperlukan yang tidak didapat dari data tertulis.
Analisa Masalah Aktivitas : 1. Set up hipotesa (pilih calon penyebab utamanya). a. Buatlah cause & effect diagram. b. Gunakan informasi yang didapat dari pengamatan lapangan dan hilangkan beberapa element yang jelas-jelas tidak relevan. Revisi cause & effect diagram. c. Tandai unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan menjadi penyebab utama. 2. Uji hipotesa : a. Dari unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan besar menjadi penyebab utama, buatlah rencana untuk memastikannya dengan mendapatkan data-data baru maupun dengan melakukan percobaan. b. Menggabungkan seluruh informasi yang sudah diperoleh dan memutuskan penyebab utamanya. c. Jika memungkinkan, lakukan produksi ulang part yang bermasalah tersebut. Tindakan Aktivitas : 1. Bedakan antara tindakan pengatasan masalah sementara dan tindakan untuk menghilangkan akar permasalahan permanent (pencegahan masalah). 2. Pastikan bahwa tindakan yang diambil tidak menimbulkan efek samping. Apabila tidak memungkinkan, maka rencanakan tindakan untuk mengatasi efek samping tersebut. 3. Merencanakan beberapa proposal untuk alternatif tindakan, buat masing-masing keuntungan dan kerugiannya dan pilihlah yang semua pihak bisa menerimanya. Memeriksa Hasil / Check Aktivitas : 1. Dalam format yang sama (tabel, grafik, diagram) bandingkan data sebelum dan setelah improvement. 2. Konversikan hasilnya dalam bentuk “biaya” yang dihemat dan bandingkan terhadap target nilai. 3. Buatlah daftar efek samping yang ditimbulkan, yang baik maupun yang buruk. Standarisasi Aktivitas : 1. 5 W’s dan 1 H (who, when, where, what, why & how) untuk improvement harus jelas teridentifikasi dan dijadikan standar. 2. Persiapan-persiapan yg diperlukan & komunikasi dg bagian terkait dibutuhkan untuk memperkenalkan standar baru ini dengan benar. Standarisasi 3. Pendidikan dan pelatihan ke pic yang terkait harus diimplementasikan. 4. Set-up pic yang bertanggungawab agar standarisasi dapat dilaksanakan seterusnya sehingga masalah tidak berulang lagi. Rencana Selanjutnya Aktivitas : 1. Lihat masalah-masalah yang masih tersisa. 2. Rencanakan tindakan yg harus dikerjakan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. 3. Review kelebihan dan kekurangan dari aktivitas improvement yang sudah dilakukan, untuk dijadikan pertimbangan kegiatan QC story berikutnya.
INSPEKSI
Inspeksi : adalah suatu kegiatan penilaian terhadap suatu produk, apakah produk itu baik atau rusak ataupun untuk penentuan apakah suatu lot dapat diterima atau tidak berdasarkan metode & standard yang sudah ditentukan. Dengan kata lain inspeksi adalah kegiatan operasional untuk memeriksa material atau part yang diperlukan oleh proses produksi untuk dapat memenuhi spesifikasi pada proses berikutnya atau memenuhi spesifikasi pelanggan sebelum produk tersebut dikirim. Inpeksi mencakup pengukuran material, part-part atau produk jadi dengan methode tertentu dan membandingkan hasilnya dengan standard (drawing, JIS dsb) untuk penentuan keberterimaannya. Pengukuran yang dimaksudkan disini, tidak hanya bersifat dimensional (vernier caliper, micrometer, dsb) ataupun pengujian properties (hardness serta komposisi kimia) tetapi juga sensory (noise check , visual check : noda dan crack) Testing / Pengujian adalah pelaksanaan pengecheckan berbagai sifat properties dan karakteristik produk seperti pengukuran dimensinya, kekuatan material dan komposisinya. Inspeksi / Pemeriksaan adalah pelaksanaan penilaian apakah produk dapat diterima atau tidak dengan membandingkannya terhadap Standard Penilaian. Inspeksi merupakan bagian yang penting bagian yang penting dari Quality Control / Pengendalian Mutu & kegiatan jaminan kualitas. Fungsi Inspeksi / Pemeriksaan : 1. Fungsi Assurance : Maksudnya adalah kegiatan pemeriksaan tiap-tiap part / lot dan membandingkan hasilnya dengan Judgement Standard untuk penentuan keberterimaan part / lot tersebut sebelum pengiriman selanjutnya. Fungsi Assurance ini akan berhasil dengan baik apabila ada : methode, sistem, standard & judgement inspeksi, keakurasian peralatan inspeksi, training dan pendidikan inspector yang baik serta adanya kriteria yang jelas terhadap penanganan part/lot yang diperiksa. 2. Fungsi Preventive : Inspeksi yang ketat dapat mendeteksi ketidaksesuaian part / NG dan memisahkannya dari part yang sesuai / OK, tetapi tetap saja tidak dapat mencegah ketidaksesuaian part tersebut untuk tetap diproduksi. Untuk menghilangkan ketidaksesuaian part, adalah diperlukan untuk mengontrol proses produksi dan menentukan penyebabnya serta mengambil tindakan corrective yang diperlukan. Ungkapan “Quality is Build in Process ” : Ketika ditemukan ketidaksesuaian produk, berdasarkan data seharusnya langsung diberikan feedback pada proses terkait sehingga ketidaksesuaian produk tidak terus diproduksi. Hal ini dinamakan fungsi Preventive yang merupakan fungsi yang paling diperlukan dalam Quality Control namun seringkali kurang dimanfaatkan. Untuk optimalisasi fungsi preventive ini, maka bagian inspeksi seharusnya secara rutin memberikan data feedback dari part yang diperiksa dari kegiatan Quality Control kepada bagian terkait mis : desain, engineering dan produksi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah Supaya data feedback bisa efektif, methode pengumpulan data dan prosedur feedback dari bagian inspeksi terhadap bagian desain, engineering dan produksi perlu diatur lebih rinci. (mis ; Instruksi kerja, SOP, Prosedure ISO dsb) Inspeksi & Quality Control : Sebagaimana diungkapkan “ Quality is Built in Process” , kualitas tidak bisa hanya diperoleh dengan melakukan proses inspeksi. Tujuan dari pemeriksaan dalam Quality control mulai dari material mentah, blanks sampai pengiriman adalah memastikan bahwa kualitas dibangun dalam tiap proses dan tidak hanya men “sortir” part kedalam OK atau NG dan menjamin part NG tidak terus diproduksi. Banyak hal yang masih kurang sampai sekarang adalah pemeriksaan dibuat hanya untuk penyaringan part yang NG dari part yang OK.
Adalah sama-sama pentingnya untuk tetap melaksanakan pemeriksaan sampling dan juga memastikan bahwa “Kualitas“ telah dibangun di setiap proses produksi. Yaitu dengan cara melakukan kontrol proses produksi dengan menggunakan Bagan Kendali / Control Chart dll dan berdasarkan analisa data yang diperoleh, memastikan bahwa part NG tidak akan terus diproduksi. Untuk mencapai hal ini , “ analisa capability proses, control limit proses, daily quality inspection, effective corrective action dan berbagai aktivitas lainnya diperlukan sehingga penyebab dari ketidaknormalan proses produksi dapat dideteksi dan diambil langkah-langkah pengatasannya. Kemudian, tindakan-tindakan yang diperlukan dilakukan untuk mencegah ketidaksesuaian produk yang berulang sehingga didapat kestabilan proses dan menjadikan produk memiliki kevariasian yang sesedikit mungkin. Tipe Inspeksi : Klasifikasi berdasarkan Methode Inspeksi : Secara umum terbagi 3 methode inspeksi yaitu Total Inspeksi, Sampling Inspeksi, dan Periodik Inspeksi. 1.Total Inspeksi : Adalah dimana methode inspeksi yang dilakukan dengan cara mengukur / menguji seluruh part / produk produksi untuk dapat memutuskan apakah part / produk tersebut bisa diterima atau tidak. 2. Sampling Inspeksi Adalah methode inspeksi yang dilakukan dengan cara mengambil secara acak part / produk dari sebuah lot dan mengukur / menguji untuk penentuan apakah sebuah lot tersebut dapat diterima atau tidak. 3. Periodik Inspeksi : Adalah methode inspeksi yang dilakukan dengan cara mengambil sebagian kecil dari sample dan memeriksa keberterimaannya dari suatu proses produksi per periodik waktu yang telah ditentukan. Hal ini biasanya diterapkan pada saat awal produksi, pada saat setting mesin atau dilakukan rutin per waktu check (misal tiap 2 jam) 2. Klasifikasi dengan Tujuan : 1. Penerimaan Inspeksi Adalah inspeksi yang dilaksanakan saat penerimaan part / material dari supplier sebelum masuk ke gudang penyimpanan. Sebagai contoh adalah pelaksanaan incoming inspeksi untuk material cat, alumunium ingot dari supplier. 2. Proses Inspeksi Adalah inspeksi yang dilakukan saat part sedang diproses produksi, mulai dari satu proses ke proses lain dalam proses manufaktur yang berurutan (ban berjalan / konveyor). Misalnya pelaksanaan middle inspection di line assembling unit motor. 3. Outgoing Inspeksi Adalah inspeksi yang dilakukan pada bagian final / akhir dari proses produksi untuk menjamin kualitas dari produk yang dihasilkan sebelum pengiriman. Misalnya pelaksanaan final inspection unit motor di line assembling. (pemberian tag OK unit , bagi motor yang lolos pengecheckan final) 3. Klasifikasi oleh Properties 1. Destructive Inspeksi : Adalah inspeksi yang dilakukan dengan cara desctructive / merusak part atau produk. Misalnya test penetrasi pada welding, test tarik pada material dsb 2. Non Destructive Test Inspeksi Adalah inspeksi yang tidak mengakibatkan part/produk menjadi rusak. Misalnya Ultrasonic inspection, x-ray inspection Inspeksi Sensory : Adalah Inspeksi Kualitas yang dilakukan dengan menggunakan indera manusia, dikarenakan belum adanya instrumentasi yang cukup mewadahi dibandingkan dengan kemampuan inderawi manusia. Yang termasuk inspeksi sensory ini meliputi : visual, aural / pendengaran, tactile / touch / persentuhan, olfactory / smell / penciuman dan taste / rasa. Visual : misalnya inspeksi appearance, color matching. Aural : misalnya engine noise, gear shift feeling. Tactile : misalnya kekerasan seat double pada unit motor. Smell : misalnya inspeksi bau pada tembakau, rokok, Taste : misalnya inspeksi rasa pada teh, kopi . Akhir akhir ini seiring perkembangan teknik instrumentasi, berbagai karakteristik kualitas menjadi dapat terukur, tetapi tetap saja tersisa beberapa karakteristik yang evaluasinya masih mengandalkan indera manusia. Beberapa kelebihan Inspeksi Sensory : 1. Beberapa keputusan/judgement hanya dapat dibuat oleh indra manusia. 2. Inspeksi sensor lebih cepat dibanding dengan instrument. 3. Tidak memerlukan investasi untuk peralatan. Beberapa kelemahan Inspeksi Sensor : 1. Properties atau karakteristik yang sama dapat dinilai berbeda oleh orang yang beda. 2. Orang yang sama dapat secara berbeda menilai properties atau karakteristik yang sama bahkan pada kondisi yang terkontrol. 3. Data secara quantitative sulit didapat. 4. Evaluasi yang salah dapat dibuat dengan. kesengajaan. Untuk menanggulangi kelemahan Inspeksi Sensory ini diantaranya termasuk penetapan Limit Sampe OK/NG atau Go/No Go untuk meminimumkan variasi dari evaluator. Training inspektor dilakukan untuk meminimumkan variasi diantara inspektor ke inspektor. Adalah juga penting untuk mengontrol lingkungan (mis: penerangan berapa luxmeter dsb) dari proses inspeksi tsb dilaksanakan. Data output dari Inspeksi Sensor bisa juga dapat dinyatakan secara quantitative sehingga evaluasi bisa dibuat lebih terukur dan jelas. Untuk tujuan ini, data dibuat se rasional mungkin. Data Sensor Inspeksi yang di Quantitive kan : Ketika Inspeksi Sensory membutuhkan “levelling judgement”, maka kriteria penetapan standard dibuat. Untuk tahap awal level “acceptable” adalah rate 5 point, dan hal ini membutuhkan improve untuk bisa mencapai point 8. Pemeriksaan yang mengukur part / produk dan membandingkan apakah tiap part / produk maupun lot dapat diterima atau tidak merupakan bagian penting dalam kegiatan Quality Control. Tetapi, pemeriksaan sendiri sebenarnya tidak meningkatkan kualitas dan tidak memberikan nilai tambah bagi part itu sendiri. Seharusnya “Kualitas” itu bisa benar benar nyata terbentuk dalam setiap proses (“Quality Built in Proses”) untuk bisa menjamin kualitas produk dan proses tetap stabil. Bahkan untuk kemungkinan dihilangkannya proses “inspeksi penerimaan” , dan menggantikannya dengan cara “pengecheckan dan monitoring proses control di supplier” yang mesti terjaga. Tujuan akhir dari Produk Quality Control adalah untuk menghilangkan perlunya pemeriksaan. Usaha-usaha yang dilakukan bukan hanya dibuat untuk mengubah dari pemeriksaan untuk menemukan ketidaksesuaian produk menjadi pemeriksaan untuk mencegah produksi part NG dan konsekuensinya menghilangkan pemeriksaan itu sendiri.
Menambah ilmu gan
BalasHapus